search

Kamis, 09 November 2017

PENGERTIAN,HUBUNGAN, DAN TUJUAN POKOK ETIKA PROFESI

A.        Pengertian Etika Menurut Bahasa Yunani  
Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika mencakup analisis dan penerapan nilai-nilai seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. maka “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

B.        Hubungan Antara Etika Dengan Moral
Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak mores) yang berarti juga kebiasaan,adat. Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain,termasuk Bahasa Indonesia, kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi etimologi kata ”etika” sama dengan etimologi kata ”moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: yang pertama berasal dari bahasa Yunani, sedang yang kedua dari bahasa Latin. Persamaan etika dan moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan perbedaan etika dan moral hanya dari sumber katanya. Etika berasal dari bahasa Yunani (Ethicos) sedangkan moral berasal dari bahasa Latin (Mores).

C.        Tujuan Pokok dari Rumusan Etika
Suhrawadi Lubis (1994: 13) menyatakan bahwa yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika dalam kode etik profesi antara lain :
1. Standar-standar etika, yang menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum.
2. Membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam menghadapi dilema pekerjaan mereka.
3. Standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama para profesional.
4. Untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.
5. Standar etika juga merupakan pencerminan dan pengharapan dari komunitasnya, yang menjamin pelaksanaan kode etik tersebut dalam pelayanannya.
6. Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya.
7. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
8. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya.




Referensi,
https://www.scribd.com/doc/52989094/Etika-secara-etimologis-berasal-dari-kata-Yunani-kuno
http://ariv.lecturer.pens.ac.id/Etika%20Profesi%20TI/T00%20%20Intro%20Etika%20dan%20Profesional%20TI.pdf

Rabu, 11 Oktober 2017

STUDI KASUS ETIKA PROFESI

A. Pengertian Etika

Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat Menurut Martin (1993), etika didefnisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system” 
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.Perkataan etika itu identik dengan perkataan moral, karena moral menyangkut akhlak manusia. Misalnya, perbuatan seseorang dikatakan melanggar nilai-nilai moral dapat diartikan pula bahwa perbuatan tersebut melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku di masyarakat.

B. Pengertian Profesi

Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan berkaitan dengan keahlian khusus dalam bidang pekerjaannya. Profesi adalah suatu pekerjaan yang berkaitan dengan bidang yang didominasi oleh pendidikan dan keahlian, yang diikuti dengan pengalaman praktik kerja purna waktu. 
  

C. Studi Kasus Profesi Engineer


Kasus Runtuhnya Jembatan Kukar
Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710 meter, dengan bentang bebas, atau area yang tergantung tanpa penyangga, mencapai 270 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota Samarinda. Dan Pada tanggal 26 November 2011 pukul 16.20 waktu setempat, Jembatan Kutai Kartanegara ambruk dan roboh. Puluhan kendaraan yang berada di atas jalan jembatan tercebur ke Sungai Mahakam. 18 orang tewas dan puluhan luka-luka akibat peristiwa ini.


1) Studi kelayakan
Dari kasus ini, menurut penelitian hingga saat ini,proyek pembangunan jembatan ini telah mendapat ijin atau telah dilakukan studi kelayakan sebelum pembangunan jembatan ini, sehingga bisa dipastikan kesalahannya bukan pada masa studi kelayakannya.

2) Perencanaan
Ketua Tim Investigasi dari kementrian Pekerjaan Umum (PU), Iswandi Imran, menjelaskan ketidaksempurnaan sudah mulai ada sejak tahun 1995, dimana jembatan direncanakan. Bentuk jembatan didesain tidak streamline, artinya banyak perubahan geometri yang mendadak untuk setiap sambungan. Dalam bentuk seperti itu berarti terdapat banyak patahan pada jembatan.

3) Konstruksi/pelaksanaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Investigasi dari PU kesalahan atau ketidaksempurnaan lain terdapat pada pemilihan konstruksi. Konstruksi besi cor jembatan menggunakan Ductile Cast Iron FCD 60, Padahal Idealnya menggunakan baja cor. Akibatnya Materialnya sangat getas. Bisa pecah seketika (patah getas) dan tidak memperlihatkan gejala atau tanda akan pecah. Berbeda halnya jika menggunakan baja. Sebab baja akan mengalami proses ulur sehingga terlihat gejala pecahnya. Pelaksanaan jembatan ini dilakukan oleh PT Hutama Karya

4) Pemakaian / Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakuka oleh PT Bukaka. Dalam hal ini terdapat juga kesalahan dalam pemeliharaan menurut Tim peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dimana disaat chamber jembatan turun pihak PT Bukaka memutuskan menaikkannya. Namun, tim pemeliharaan tidak mengerjakan secara cermat yakni chambernya langsung diangkat sementara belum diketahui penyebab turunnya chamber jembatan tersebut. Ditambah lagi pengangkatan hanya dilakukan pada satu per satu titik hanger (penggantung kabel penyangga) secara bergantian, padahal beban jembatan sangat besar. Pengangkatan chamber harusnya dilakukan dengan mengangkat hanger bersama-sama. Dengan satu hanger diangkat itu, kemudian dikencangkan, akhirnya semua tumpuan beban tertumpu di hanger yang diangkat. Adanya pemusatan beban pada bagian tengah jembatan, serta adanya titik lemah di sambungan, menyebabkan terjadi konsentrasi tegangan yang melampaui kekuatan hanger, sehingga putus.


Analisis
Etika seharusnya digunakan dalam hal apapun termasuk dalam pembuatan fasilitas umum contohnya saja jembatan kukar tersebut. Dalam membuat sesuatu hendaknya dipikirkan secara baik dalam design maupun bahan dasar yang digunakan dalam pembuatannya.
Dalam kasus ini terjadi juga pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer untuk catur karsa atau prinsip – prinsip dasar pelanggaran yang terjadi adalah :
1.    Mengutamakan keluhuran budi.
Para engineer yang bekerja pada proyek ini tidak mengutamakan keluhuran budi hal tersebut dapat dilihat dari pemilihan kontruksi yang digunakan
2.    Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.
Para engineer yang bekerja melanggar prinsip ini karena tidak menggunakan pengetahuan dan kemampuannya. Penegetahuan dan kemempuan engineer tidak digunakan dalam dua keadaan, keadaan pertama yaitu saat pembangunan bahan kontruksi yang dipakai tidak sesuai dan yang kedua pada saat chamber jembatan turun PT yang bersangkutan langusng mengambul keputusan tanpa menganalisinya terlebih dahulu
Sedangkan untuk Sapta dharma atau tujuh tuntunan sikap yaitu
Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan Masyarakat.
Sudah jelas bahwa engineer sebagai yang merancang jembatan tersebut mengesampingkan etika seorang engineer dengan tidak menggunakan bahan yang seharusnya sehinga membahayakan masyarakat. Dalam kasus ini juga diduga adanya penyimpangan anggaran dana yang termasuk dalam korupsi. Hal ini juga merupakan penyinmpangan kode etik karena uang hasi dari korupsi tentu saja dipakai untuk kepentingan pribadi sehinga itu menyimpang dari kodde etik yang seharusnya mementingkan kepentingan masyarakat daripada pribadi. Dalam menjalakan sesuatu seorang pekerja diharuskan bersikap professional serta jujur. Dengan adanya korupsi tersebut maka dapat diketahui bahwa pekerja yang ada tidak jujur dan artinya kurang mempunyai etika dalam bekerja.
Sebagai seorang engineer kita seharusnya menerapkan kode etik sebangai engineer dan tetap menjalankan norma-norma yang berlaku. Selain itu kita harus bersikap professional dalam bekerja dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat (bersama) daripada kepentingan pribadi.



Referensi,
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/







Rabu, 03 Mei 2017

PROSES PEMBUATAN SEMEN



BAB 1
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI


1.1         Pengenalan produksi
Proses pembuatan semen yang digunakan adalah proses kering. Pada  proses kering kandungan air tepung baku yang diumpankan dalam Kiln sekitar 1%. Adapun proses pembuatan semen terdiri dari beberapa tahap berikut ini :
1.       Penyediaan Bahan Baku
2.       Tahapan Proses
Pada tahapan proses dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a.       Penggilingan dan pengeringan bahan baku
b.      Homogenisasi
c.       Pembakaran tepung baku menjadi clinker
d.      Pendinginan clinker
e.       Penggilingan akhir
f.       Pengepakan semen

1.2         Penyediaan bahan baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur, dan tanah liat. Sedangkan pasir silika, dan pasir besi sebagai bahan baku korektif dan bahan pembantunya adalah gypsum dan trass. Batu kapur dan tanah liat di tambang sendiri di Bukit Kromong yang terletak kurang lebih 1,5 km dari lokasi pabrik. Sedangkan gypsum,pasir silica dan pasir besi dibeli dari luar.


Gambar 1.1 Batu kapur


 Gambar 1.2 Pasir silika



Gambar 1.3 Tanah liat



Gambar 1.4 Pasir besi

1.3         Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan pada proses pembuatan semen adalah sebagai berikut, 
1. Limestone Crusher 
2. Reclaimer
3. Grinding mill 
4.  Homogenizing silo
5. Suspension Preheater
6. Rotary Dryer
7. Rotary kiln
8. Grates Cooler
9. Clinker silo 
10.  Coal mill 
11.  Pre-Grinding Mill 
12.  Cement mill 
13.  Cement silo










BAB II
PERENCAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI

2.1     Diagram alir proses pembuatan semen
Gambar 2.1 Diagram alir proses pembuatan semen

2.2         Tahapan proses pembuatan semen
Tahapan dalam proses produksi semen dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut,
1.      Persiapan material/bahan baku (Preparation of raw material)
2.      Pembakaran (burning)
3.      Penggilingan akhir (finish grinding)
4.      Pengepakan (packing)
Proses pembuatan semen yang dilakukan di PT. Indocement Tunggal prakarsa dengan menggunakan proses kering (Dry process). Dalam subbab ini akan dijelaskan secara dalam mengenai proses pembuatan semen yang dilakukan.


2.3         Persiapan material Baku (Preparation of Raw Material)
Tahap ini meliputi proses penyediaan bahan baku dan proses pengolahan bahan baku seperti crushing, pre-homogenizing, grinding, weighing, dan mixing (homogenizing).

2.3.1   Penyediaan bahan baku
Proses awal pembuatan semen dimulai dengan mempersiapkan bahan baku seperti Limestone, clay,silica sand, gypsum, dan iron sand. Penyediaan bahan baku yang akan ditambang adalah tugas pada bagian departmen mining, penambangan yang dilakukan langsung ditambang dari gunung kromong yang terletak 1,5 km dari lokasi pabrik. Adapun bahan lain seperti pasir silika didatangkan dari rembang, pasir besi didatangkan dari cilacap serta gypsum didatangkan dari gresik. Penambangan digunung kromong dilakukan secara terbuka dengan aktivitas penambangan sebagai berikut : 
1.      Pelepasan batu kapur
a.       Pengupasan (Stripping)
Pengelupasan dilakukan untuk mengelupasi lapisan tanah yang menutupi batuan kapur. Pengelupasan dilakukan kurang lebih sedalam 30 cm dengan menggunakan buldozer.
b.      Pengeboran
Pengeboran dilakukan dititik-titik tertentu pada batuan yang telah tersingkap dengan menggunakan compressor rock drill. Pengeboran dilakukan dengan kedalaman 10 meter dan sudut kemiringan 20°C dari bidang vertikal.
c.       Peledakan (Blasting)
Peledakan dilakukan dengan memasukan dinamit (powergel) yang dihubungkan dengan detonator (alat pemicu ledakan) pada dasar lubang batuan yang telah di bor, sebelum dilakukan proses peledakan, permukaan ditutup terlebih dahulu menggunakan tanah. Peledakan dilakukan dengan rata-rata jenjang 8-9 meter. Bahan peledak yang digunakan adalah ANFO (Alumunium Nitrat Fuel Oil) yang merupakan campuran antara amonium nitrat dengan solar dengan perbandingan kurang lebih 94,5%:5,5% berat masing-masing.

2.      Pengeceilan ukuran Batuan (Breaking)
Ukuran batuan hasil peledakan berupa limestone dan clay biasanya masih terlalu besar (ukurannya lebih dari 1 m3). Batuan dipecahkan dengan menggunakan rocker breaker (Axcavator yang ujungnya diganti denga hammer) agar mudah dalam proses pengangkutan. 

3.   Pemuatan (Loading) dan pengangkutan (Hauling)
Batuan yang telah hancur kemudian dimuat kedalam dumptruk menggunakan wheel loader. Dump truk akan mengangkut batuan dari tempat penambangan ke tempat penghancuran (crusher).

4.      Penghancuran (Crushing)
Crushing merupakan awal proses dari tahapan persiapan material. Limestone dan clay hasil tambang yang masih berukuran besar dihancurkan didalam mesin pengahancur (crusher). Crusher yang digunakan untuk menghancurkan limestone disebut limestone crusher. Dan yang digunakan untuk menghancurkan clay disebut additive crusher. Limestone yang diangkut oleh dump truk diumpankan menggunakan appron feeder masuk kedalam crusher untuk dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil. Debu yang keluar dari sisi discharge crusher akan ditarik oleh fan untuk ditampung dalam dust collector yang berjenis bag filter.
Material yang telah mengalami crushing dan debu yang telah dikumpulkan bag pilter akan diangkut menggunakan belt conveyor menuju tripper. Pada proses crushing untuk clay, selain dilengkapi dengan dust collector juga didukung dengan unit pemanas yang berfungsi sebagai pengering clay yang memiliki kandungan air sangat tinggi dibandingkan dengan limestone.
Gambar 2.2 Crusher untuk penghancur Limestone
Spesifikasi :
Type            : Impact Crusher
                      (Kawasaki SAP-7/250N)
Capacity     : 650 Tph
Motor          : 850KW

2.3.2   Pengolahan bahan baku
Proses ini berlangsung secara berkelanjutan dengan menggunakan sejumlah peralatan utama seperti reclaimer, weighing feeder, drayer, raw grinding mill, serta peralatan transport seperti belt conveyor dan bucket elevator.
Berikut urutan proses pengolahan bahan baku 
1.      Pre-homogenizing
Limestone yang membentuk tumpukan (piles) akan diruntuhkan dengan menggunakan alat yang dinamakan limestone reclaimer. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk mencampur lapisan-lapisan limestone dalam piles. Kadar CaO Pada limestone sebelum dilakukan pembakaran harus berada pada kisaran 45-49% berat, sedangkan kondisi limestone hasil penambangan memiliki kadar Cao Bervariasi sehingga diperlukan homogenisasi. Proses homogenisasi awal (pre-homogenizing) limestone dilakukan dengan menggunakan limestone reclaimer.
Setelah dilakukan proses pre-homogenisasi, maka limestone dan clay masing-masing diangkut menggunakan belt conveyor menuju limestone hopper (untuk limestone) dan additive hopper (untuk clay). Selain itu, material lain seperti iron sand juga diangkut menuju iron sand hopper dari belt feeder menggunakan belt conveyor, namun karena jumlah iron sand yang digunakan sedikit maka tidak menggunakan reclaimer, melainkan menggunakan truk untuk mengangkutnya dari stock yard menuju belt feeder.
Gambar 2.3 Limestone Reclaimer


Spesifikasi :
Limestone Reclaimer
Type                : Bridge Type
Capacity          : 280 Tph


2.      Weighing
Semen terbuat dari campuran beberapa material dengan komposisi tertentu, yaitu terdiri dari limestone,clay, pasir besi, pasir silika, dan gypsum. Untuk menentukan berat dari masing-masing material maka akan terlebih dahulu ditimbang menggunakan weighing feeder. Material yang ditimbang berasal dari masing-masing hopper. Setelah mengalami proses penimbangan maka material tersebut ditransportasikan menggunakan belt konveyor menuju raw mill.
Gambar 2.4 Weighing feeder untuk menimbang material

3.      Grinding
Material baku yang telah melewati proses weighing yang telah bercampur tersebut kemudian melalui proses grinding dengan menggunakan raw grinding mill dengan type roller mill. Tujuan dilakukan proses grinding adalah menghaluskan material dengan diameter rata-rata kurang dari 90 µm. Sebelum material tersebut memasuki raw grinding mill, material tersebut melewati classifier yang berfungsi memisahkan material halus dengan material kasar. Material-material halus setelah dipisahkan oleh classifier kemudian dibawa oleh udara menuju electrostatic precipitator. Sedangkan material kasar disirkulasikan kembali dengan chain konveyer dan bucket elevator menuju classifier dan raw mill kembali. Dengan diameter butiran material yang sangat kecil tersebut maka luas permukaan per kilogram beratnya akan menjadi besar sehingga pada proses pembakaran nantinya akan meyerap panas lebih baik. 
Gambar 2.5 Raw Grinding Mill Type Roller
Spesifikasi mesin :
Type                    : Kawasaki CK-310 Roller Mill
Capacity              : 340 Tph
Dimension           : Ø 5,7m x L 8,6m
Feed size             : 50 mm, under 90%
Max grain size     : 100 mm
Grinding table     : Nominal Ø 3100 mm
                              Outside Ø 4359 mm
                              Speed 29,7 rpm
Roller                   : Nominal  Ø 2410 mm Width  Ø 850 mm


4.      Homogenizing
Material yang telah dilakukan proses raw grinding mill tersebut kemudian dilanjutkan dengan dengan proses homogenisasi (homogenizing) yang ditransportasikan dengan menggunakan chain konveyer dan bucket elevator. Namun untuk mengetahui besarnya ukuran debu dari material tersebut dilakukan sampling terlebih dahulu yang diambil dari material baku selama perjalanan menuju homogenizing. Proses sampling dilakukan oleh Departmen Quality Control dan hasilnya dilaporkan kepada operator CCR (Central Control Room ) jika hasilnya menyimpang dari range yang ditetapkan, maka operator akan mensetting ulang besaran-besaran operasi misalkan dengan menaikkan putaran motor classifier jika debu terlalu kasar sehingga debu yang keluar dari classifier akan lebih halus.
Homogenisasi pada prinsipnya adalah proses pengadukan material baku yang dilakukan dalam homogenizing silo. Hal ini dilakukan karena komposisi material tersebut masih belum homogen. Proses pengadukan dalam homogenizing silo tersebut menggunakan aliran udara yang dihembuskan oleh blower.
Proses homogenizing ini merupakan proses akhir dari tahap persiapan bahan baku. Material tersebut kemudian di transportasikan dengan alat yaitu air sliding conveyer, bucket elevator,dan pneumatic konveyer. Dan untuk mengukur berat material baku yang akan diumpankan ke suspension preheater digunakan weighing feeder. Namun sebelum material memasuki pneumatic konveyer, terlebih dahulu dilakukan sampling ulang untuk mengetahui komposisi material setelah proses homogenisasi dan sebelum memasuki proses pemanasan awal di suspension preheater. Proses penentuan komposisi material dilakukan dengan menggunakan X-ray analyzer dibagian quality control.
Description: D:\INDOCEMENT\FOTO\IMG_20170330_164031.jpg
Gambar 2.5 Homogenizing silo

2.4         Pembakaran (Burning)
Tahapan kedua dari proses pembuatan semen adalah proses pembakaran (burning), proses pemanasan awal material dilakukan di suspension preheater dengan menggunakan gas hasil pembakaran dari kiln dan cooler dengan temperatur mencapai 1100°C. Material baku terlebih dahulu dimasukkan ke dalam suspension preheater dengan pneumatic conveyer. Didalam suspension preheater aliran berawal dari siklon tertinggi dan turun menjadi siklon terbawah. Gas panas dihisap oleh ID fan dari kiln dan cooler menuju siklon tertinggi sehingga proses perpindahan panas antara material panas dan gas panas terjadi secara counter flow. Perpindahan panas pada material terjadi secara konveksi.
Description: D:\KP\INDOCEMENT DATA\DOKUMENTASI\IMG_20170330_162936.jpg
Gambar 2.6 Suspension Preheater

Suspension preheater yang digunakan dilengkapi dengan calsiner dimana proses pembakaran dilakukan didalamnya. Proses kalsinasi mulai terjadi pada siklon paling bawah dengan temperatur material sekitar 750°C. Proses kalsinasi bertujuan mengubah material baku menjadi klinker. Klinker yang keluar dari suspension preheater melalui outlet duct kedua (siklon paling bawah) masuk kiln melalui kiln feed end untuk melanjutkan proses kalsinasi yang telah dilangsungkan di calsiner dan dua siklon paling bawah dari suspension preheater. Bahan bakar utama yang digunakan untuk proses pembakaran di kiln adalah batu bara yang disuplai dari unit coal mill.
Gambar 2.7 Material Yang dilakukan pembakaran pada Kiln

Setelah selesai proses pembakaran di kiln maka material keluar melalui discharge end dari kiln menuju proses pendinginan yang dilakukan di cooler. Proses pendinginan clinker di cooler menggunakan aliran udara yang disuplai dari sejumlah blower. Aliran udara pendingin tersebut masuk melalui celah-celah yang terdapat diantara grate cooler. Akibat proses pendinginan tersebut, klinker yang awal masuk cooler bertemperatur sekitar 1400°C turun hingga mencapai temperatur sekitar 220°C. Batas maksimum temperatur udara yang keluar dari cooler sekitar 250°C dapat menurunkan kemampuan Electrostatic Precipitator sehingga untuk menjamin tidak dilampauinya batasan temperatur tersebut maka cooler dilengkapi dengan satu unit water spray.
Gambar 2.8 Skema pendinginan di Cooler

Sebelum dibuang kelingkungan sekitar, udara dari cooler yang telah melewati electrostatic precipitator dengan temperatur yang masih tinggi di ekstrak menuju suspension preheater yang digunakan sebagai udara pembakaran di calsiner yang biasa disebut tertiary air. Klinker yang telah mengalami penurunan temperatur tersebut kemudian membeku dan membentuk gumpalan karena pendinginan yang terjadi di cooler. Namun klinker yang telah membeku ini akan menyulitkan proses transportasi menuju clinker storage silo, maka klinker tersebut terlebih dahulu dihancurkan di clinker breaker yang terdapat di pintu keluar cooler. Setelah dihancurkan di clinker breaker tersebut maka dihasilkan klinker dengan diameter sekitar 50 mm. Klinker yang keluar dari proses penghancuran di clinker breaker tersebut kemudian di transportasikan menuju dua buah clinker storage silo yang menggunakan drag chain konveyer dimana klinker yang telah dihaluskan tersebut dipisahkan antara klinker dengan kualitas yang baik dengan kualitas yang kurang baik di dua buah clinker storage silo secara terpisah.

2.5         Penggilingan Akhir (Cement Mill)
Klinker yang telah diangkut menuju clinker storage silo kemudian di transportasikan menuju clinker hopper dengan menggunakan bucket elevator, dan belt conveyer. Selain itu gypsum yang diangkut dari gypsum yard menuju gypsum hopper dan juga additive material diangkut menuju additive hopper. Ketiga jenis material yang terdapat didalam hopper tersebut kemudian ditimbang dengan menggunakan weighing feeder sesuai dengan komposisi semen yang dibutuhkan.
Klinker dan additive material tersebut kemudian dicampur dan digiling dalam pre-grinding mill. Hasil yang telah digiling hingga halus tersebut kemudian dialirkan dengan aliran udara dari booster fan menuju classifier,sedangkan yang masih kasar akan jatuh kembali menuju bucket elevator dan kemudian dikembalikan menuju pre-grinding mill.
Gambar 2.9 Finish Mill/Cement Mill

Material dari classifier yang masih kasar kemudian di proses di cement mill yang dicampur dengan gypsum. Produk cement mill yang masih kasar tersebut kemudian diangkut bucket elevator menuju classifier sedangkan produk yang telah halus pada classifier akan dialirkan menggunakan bag filter. Sedangkan cement halus yang telah diproses di cement mill kemudian diangkut dengan screw conveyer menuju dua jenis cement storage silo. Satu digunakan untuk semen jenis Ordinary Portland Cement (OPC) sedangkan yang kedua diisi dengan semen jenis campuran.
Description: D:\KP\INDOCEMENT DATA\DOKUMENTASI\IMG_20170330_093520.jpg
Gambar 2.10 Cement Silo

2.6         Pengepakan (Packing)
Semen yang berada dalam cement storage silo kemudian diangkut dengan air sliding conveyer menuju bucket elevator dan kemudian dilewatkan pada vibrating screen untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan semen sehingga dapat terbentuk debu seluruhnya. Dari vibrating screen kemudian semen di transportasikan ke sejumlah feed bin dengan menggunakan air sliding conveyer dan dari masing-masing feed bin akan mensuplai semen menuju rotary feeder yang berputar dan mengisi kantong-kantong semen yang dialirkan dengan menggunakan udara bertekanan. Rotary feeder juga dilengkapi dengan peralatan kontrol yang dapat mengatur jumlah semen yang akan dimasukkan kedalam kantong semen.
Kelebihan semen yang dialirkan kedalam kantong semen kemudian ditampung dalam screw conveyer yang kemudian dialirkan ke chain konveyer dan dilanjutkan menuju bucket elevator untuk diumpankan kembali ke dalam feed bin. Kantong-kantong semen yang telah diisi kemudian ditransportasikan oleh belt conveyer menuju check weigher untuk dilakukan pengecekan berat tiap kantong semen. Semen yang telah ditimbang beratnya tersebut kemudian dilewatkan melalui sebuah bag cleaner yang berfungsi untuk menghisap debu yang menempel dibagian luar kantong semen. Dari sini kantong semen tersebut ditransportasikan kembali dengan menggunakan belt conveyer menuju dua buah bag loader yang dilengkapi dengan lifting yang berfungsi mengangkut dan mengarahkan kantong semen menuju ke truck. Semen yang telah di packing tersebut memiliki berat sebesar 40 kg tiap kantong untuk jenis OPC,dan 50 kg tiap kantong untuk semen PPC (Peuzolan Portland Cement) yang siap untuk didistribusikan.

Gambar 2.11 Pengepakan Semen yang siap di Distribusikan